Bayi Tabung – etiskah?

Ketika saya pulang ke Indonesia, majalah perempuan yang biasa mama saya baca memuat artikel tentang bayi tabung. Mama saya dengan polosnya juga merekomendasi orang-orang untuk ke dokter tertentu untuk melakukan bayi tabung. Jujur, agak sulit berbicara dengan mama saya untuk menjelaskan bahwa metode bayi tabung itu tidak etis dan tidak bermoral. Kata mama saya, “Wong kita cuma mau bantu pasangan yang mau punya anak.”

Apa sih yang salah dengan metode bayi tabung?

Pertama-tama, perlu kita ketahui bahwa tidak seperti pendapat orang awam bahwa hubungan seks itu cuma untuk bersenang-senang, hubungan seks antara suami dan istri adalah sesuatu yang sakral. Ini adalah satu-satunya saat di mana suami dan istri saling memberikan diri mereka secara 100% dan buahnya adalah: anak.

Ketika anak ‘diciptakan’ melalui bayi tabung, proses sakral ini hilang. Lenyap! Ditambah lagi, proses bayi tabung biasa menghasilkan lebih dari satu embrio (sel telur yang sudah dibuahi sperma). Biasanya, embrio yang ekstra ini dibekukan!! Padahal ini juga janin lho! Untuk melakukan bayi tabung ini, si suami juga harus melakukan masturbasi untuk mengeluarkan spermanya. Jadi prosesnya secara keseluruhan bukan lagi bentuk 100% pemberian diri suami dan istri.

Apa salahnya sih? Mereka cuma mau punya anak.

Setiap orang yang memasuki pernikahan itu punya suatu misi. Sama halnya dengan orang yang jadi romo atau suster, mereka juga punya misi. Ya betul mereka harus terbuka terhadap kehidupan baru, tapi jika Tuhan berkehendak bahwa mereka tidak punya anak dari hubungan mereka sendiri, mungkin mereka punya misi lain. (Entah itu untuk mengadopsi anak orang lain, atau untuk memegang teguh janji pernikahan mereka biarpun tanpa anak). Ditambah lagi, dengan bertambahnya pengetahuan, sebenarnya banyak cara untuk dapat membantu proses pembuahan tanpa harus menghilangan proses sakral antara suami-istri ini 🙂

Tinggalkan komentar