Udaipur

Udaipur – Hari Pertama

-20 Juli 2011-

Sejauh ini Udaipur adalah tempat paling indah di India. Biarpun banyak turis datang ke Udaipur, seperti halnya ke Jaipur dan Agra, orang lokal di Udaipur enggak memanfaatkan turis separah di Jaipur dan Agra. Di Agra, supir auto (bajaj) bisa ngoceh 20 menit ngotot nyuruh kami sewa dia seharian ke Taj Mahal, Agra Fort, dan tempat belanja. Di Jaipur, penjaga toko bisa narik tangan kami ke toko mereka dan biarpun udah bilang “Enggak mau”, mereka masih ngotot nanya berapa harga yang kami mau. Di udaipur, dari stasiun ke hotel, supir auto hanya mematok harga Rs 50. Lalu, selama kami jalan-jalan di daerah belanja, mereka cuma nawarin barang mereka 2-3 kali terus kalau kami cuekin ya mereka enggak maksa.

Kami menginap di Lal Ghat Guest House yang tepat berada di tepi Pichola Lake. Pemandangannya bagussss banget dari atap kami. Hotelnya hotel murah, cuma Rs 300 per malam, tetapi kondisinya bersih. Karena kami tiba di Udaipur masih jam 7 pagi, banyak toko yang masih tutup sehingga aku dan kedua temanku bisa jalan-jalan dengan tenang di sekitar danau. Kami juga sempat belanja tas dengan harga Rs 170 per tas. Tasnya langsung aku pakai karena aku cuma bawa kantong kresek untuk jalan-jalan. Hahaha.

Setelah puas jalan-jalan sekitar danau dan City Palace, kami menyusuri pasar mencari Fateh Sagar Lake. Biarpun katanya cuma 3 km, kami menyerah setelah berjalan sekian jauhnya hanya untuk sampai di Chetak Circle, sebuah bundaran dengan patung kuda. Dari Chetak Circle (untungnya) kami memutuskan naik auto Rs 5 per kepala karena ternyata jalan dari Chetak Circle menanjak menuju Fateh Sagar Lake. Danau yang ini lebih kecil daripada Pichola Lake, tetapi sama bagusnya!! Tenang banget di sekitar danau dan kami benar-benar puas foto-foto di sana-sini. Yah sayangnya, 2 teman yang pergi bareng aku enggak terlalu gila berpose. Aku bayangin ya, kalau pergi ke sini dengan teman-teman SMA, pasti segala macam pose gila dijepret. Hehehe. Berada di Fateh Sagar Lake seakan enggak berada di India. Hehehe. Beda banget atmosfernya!

Kami memutuskan naik perahu menuju Nehru Garden yang berada di tengah danau. Harga turis asing adalah Rs 125 (termasuk untuk masuk ke Nehru Garden). Sebenarnya Nehru Garden itu enggak terlalu besar dan enggak bagus-bagus banget. Ya taman aja gitu. Namun, kita bisa mengambil foto pemandangan sekitar danau dari segala arah. Hehehe. Di sini juga aku baru ngeh bahwa kameraku punya menu “Panorama” yang bisa menyambung 3 foto sehingga bisa menghasilkan foto pemandangan yang cukup lebar. Hehehe. Namun, karena menu di kameraku masih manual, banyak foto yang gagal karena aku enggak ngepasin sambungan antara satu foto dengan foto yang lain.

Dari Fateh Sagar Lake, kami naik auto menuju daerah City Palace lagi dan makan di Restoran Masala. Wahhh pemandangannya bagus banget dari atas!! Pokoknya di Udaipur itu hampir semua hotel, restoran, kafe menawarkan pemandangan dari rooftop. Cuma…. akibatnya, kaki kami lumayan pengkor naik tangga ke atas. Hahaha. Sebelum kami memutuskan makan di restoran ini, kami sempat mengecek restoran yang lain. Nah, sudah sampai di atas, kami lihat menunya dan ternyata harganya lumayan mahal. Jadi, sudah capek-capek naik tangga, kami turun lagi. Di Restoran Masala, aku beli Cheese and Garlic Nan seharga Rs 50. Uenaaaaaaaaakk buangettt.. hahaha. Temanku sampai ikutan beli juga.

Puas makan, kami jalan-jalan keliling toko. Targetku adalah beli bangles, diary kulit, dan lukisan kecil. Hehehe. Sebenarnya aku bingung banget memilih gelang-gelang gitu karena menurutku semuanya kelihatan sama dan enggak terlalu beda jauh dengan yang biasa dilihat di Bali. Sebenarnya gelang yang India banget itu yang terbuat dari logam berwarna emas atau perak atau gelang yang tipis dan warna-warni yang biasa dipakai 10 buah sekaligus. Namun, menurutku gelang-gelang begitu enggak cocok dipakai dengan baju biasa. Untungnya aku bersabar dan tidak membeli dari toko yang berada di dekat hotel karena saat kami berjalan lebih jauh, di depan Jakdish Temple ada toko bangles yang lebih menarik.

Setelah bolak-balik memasuki berbagai toko diary dan cek harga diary di hampir setiap toko, akhirnya aku membeli sebuah diary tebal yang ada kuncinya dan sebuah diary tipis bertali dengan sebuah batu di tengah sampulnya. Sepertinya aku punya persediaan diary cukup untuk setahun ke depan karena sebelum aku berangkat ke India, aku sempat membeli diary di Chinatown seharga 5 dolar. Hehehe. Diary yang tipis ini rencananya mau kuberikan ke biarawati yang jadi Spiritual Director kami di Legio Maria. Nah, lucunya, kemarin aku chatting dengan mama dan mama suruh aku “Beli yang antik-antik.”

Aku: ma, aku udah beli tas dan syal buat mama.

Mama: iya pokoknya kamu beli yang antik ya…

Aku: ma, lampu Aladdin mau enggak?

(di Janpath ada pajangan berbentuk lampu Aladdin, tetapi karena si penjual mematok harga Rs 400, aku enggak beli)

Mama: hah? Buat apa lampu??

Aku: bukan lampu lha ma, pajangan. Mama mau pajangan atau sesuatu yang bisa dipakai? Papa mau apa ma?

Akhirnya aku menyodorkan segala pilihan untuk mama, dari diary, sarung bantal, dan sebagainya. Kata mama, diary boleh juga. Buru-buru aku SMS temanku yang magang di Udaipur untuk beli dua buah diary lagi. Hahaha.

Nah, perolehanku selanjutnya adalah lukisan! Lukisan Rajasthani detail bangettt. Yang di atas sutra lebih mahal daripada yang di atas katun. Lukisan yang kecil biasanya berupa kuda (lambang kekuatan), unta (lambang cinta), atau gajah (lambang keberuntungan). Kata penjaga toko yang merupakan pelukisnya, unta itu lambang cinta karena sekali bisa mencintai unta, kita bisa mencintai yang lain. Penjaga tokonya ramah banget. Dia bilang dia generasi ke-13 di keluarganya yang melukis dan dia mengajar di rumahnya. Dia juga ikut merestorasi beberapa lukisan di istana. Memang sih, lukisan-lukisan dia bagus banget. Setelah kami ke toko itu, kami bisa membedakan betapa beberapa lukisan di toko lain kelihatan serupa tapi tak sama karena tidak sedetail yang di toko laki-laki ini. Namun, malam harinya, saat kami bertemu dengan Cui Shan dan Jessica yang magang di Udaipur, mereka berkata bahwa hampir setiap pelukis di Udaipur mengatakan hal yang sama seperti “generasi kesekian di keluarganya yang melukis” atau “ikut merestorasi lukisan di istana”.

Selama dua jam kami hanya keliling dari satu toko ke toko lain. Temanku mencari syal dan tas kulit. Setelah tawar-menawar, dia berhasil membeli sebuah travel bag dengan harga Rs 1200. Menariknya, si pedagang mengelap tas tersebut dengan minyak goreng sebelum menyerahkan tas tersebut kepada kami untuk mengembalikan warna tas tersebut yang aslinya coklat tua.

Capek jalan-jalan, kami beristirahat di hotel sambil menunggu Cui Shan dan Jessica selesai kerja (Ya, mereka kerja hari Sabtu!). Sekitar jam 6 lewat, kami menemui Cui Shan dan Jessica di depan Jakdish Temple dan ke kafe di dekat City Palace yang menjual “Kit Kat Shake” yang enak banget seharga Rs 120. Hehehehe. Seneng banget ketemu dan ngobrol bareng mereka. Aku enggak terlalu nyambung dengan teman-teman yang sama-sama magang di Bahadurgarh dan Cui Shan itu roommate-ku selama seminggu di Bangalore, jadi kami ngobrol puanjjaaaaaaaaaangg lebaaaaaaarr dari kafe, auto, dan saat nongkrong melihat keindahan City Palace di malam hari. Ahhhhh senang bangettt!!!!

Oke, itu cerita hari pertama. Hahaha.

Tinggalkan komentar